Sultan Thaha Syaifudin (1816 - 1904)
Sultan Thaha Syaifudin |
Sultan Thaha Syaifudin
|
Sepertinya Nama Sultan Thaha Syaifudin banyak
diabadikan sebagai nama tempat atau jalan di Provinsi jambi ini. Ketika pesawat
yang saya naiki mendarat di Bandara Sultah Thaha Jambi, saya terus
bertanya-tanya siapakah Beliau hingga namamya diabadikan sebagai nama bandara.
Namun Sayangnya tidak banyak referensi yang cukup menjelaskan
siapakah sosok yang cukup fenomenal ini di Jambi.
Sultan Thaha Syaufudin merupakan Pahlawan nasional
asal Jambi yang dilahirkan pada pertengahan tahun 1816 dengan nama asli Sultan
Raden Toha Jayadiningrat yang saat kecil sering dipanggil Raden Thaha Ningrat.
Saat dinobatkan menjadi sultan pada tahun 1855 usia Sultan Thaha masih
tergoleng cukup muda, yakni 22 tahun. Sultan Thaha menggantikan Sultan
sebelumnya yaitu Sultan Nazarudin. Berbeda dengan ayahnya, Sultan Fachruddin,
Sultan Thaha justru memperlihatkan perlawanan secara frontal kepada Belanda.
Pada 1834, ayahnya menandatangani kontrak kerjasama dengan Belanda.
Adapun Sultan Thaha, justru memakai taktik mengelak
dan menghindar kontrak. Sultan
Thaha bahkan menolak semua pasal yang membatasi kekuasaan sultan. Junaidi T
Noor, sejarawan dari Jambi menyebut Thaha berpantang berhadapan muka dengan
Belanda.
Residen Palembang, PF Laging Tobias pada 1881
mendeskripsikan Thaha sebagai orang yang energik lagi bertempramen panas. Ia
diluar "kebiasaan" Jambi yang lamban. Karenanyalah Sultan Thaha
adalah musuh utama kolonial Belanda ketika itu, walaupun secara formal
kekuasaan Thaha berakhir pada 1858. Tapi kurang lebih 40 tahun ia berjuang di
belakang layar sebelum akhirnya mangkat pada April 1904. pada
pertempuran di Sungai Aro dan menjadi sultan terakhir dari
kesultanan jambi pada era itu.
(Keterangan asli untuk foto ini berbunyi: "sultan terakhir Jambi dengan rombongannya."Mungkin digambarkan di sini Sultan Thaha Syaifuddin Jambi (1816-1904) . Dia ditangkap dandibunuh pada tahun 1904 oleh tentara Belanda. Saat ini bandara di ibukota Jambi dinamai menurut namanya.)Het originele
bijschrift bij deze foto luidt: "De laatste sultan van Jambi met zijn
gevolg". Mogelijk is hier Sultan Thaha Syaifuddin van Jambi (1816-1904)
geportretteerd. Hij werd in 1904 gevangengenomen en gedood door Nederlandse
militairen. Het huidige vliegveld bij de gelijknamige hoofdstad van het
district Jambi is naar hem vernoemd.
Sebagai sultan muda, dalam melawan Belanda ternyata
Sultan Thaha mencoba membuka jejaring ke sultan Turki. Sebuah terobosan yang
boleh jadi belum dicoba oleh para pendahulunya. Ibu Sultan Thaha yang keturunan
Arab menurut Scholten memberi andil soal keputusan sultan muda ini untuk
meminta dukungan diplomatik dari kesultanan Turki. Langkah ini, pada 1873
diikuti pula oleh kesultanan Aceh. BuktiuUsaha diplomatik itu dapat dilihat
dari adanya kalung bintang kejora yang merupkan pemberian dari Khalifah Utsmani
di Turki untuk Sultan Thaha melalu utusannya. Saat ini kalung bIntang kejoran
tersebut disempan di Museum Siginjei Jambi.
Sultan Thaha Syaifudin dimakamkan di tengah kota Muaro
Jambi. Namun ada versi lain yang menyebutkan lokasi yag berbeda mengenai letak
lokasi makan Sultah Thaha Syaifudin. Versi lainnya mengatakan makam sang sultan
ada di Desa Betung Berdarah, Kecamatan Tebo Ilir. Versi ini mengatakan Sultan
Thaha yang sudah uzur tertembak oleh Belanda dalam sebuah pertempuran. Dalam
keadaan luka parah, sultan dilarikan oleh pasukannya.
Sultan kemudian meninggal dalam usia 88 tahun pada
1904 (beliau lahir di Jambi pada pertengahan1816). Oleh pengikutnya, beliau
dimakamkan di Desa Betung Berdarah. Hingga sekarang, versi makam Betung
Berdarah ini masih terus disebut-sebut dan dipercayai oleh cukup banyak orang.
Versi lainnya adalah adalah Sebuah Makam yang
berlokasi di Dusun Tanah Garo, Olak Kemang, Kecamatan Muara Tabir, Tebo. Tak
hanya makam sang sultan, di lokasi yang sama juga ada beberapa makam lainnya
yang disebut-sebut sebagai hulu balangnya. (Leo)
http://senjadiatasbukit.blogspot.com/2013/04/mengenal-lebih-dekat-sosok-sultan-thaha.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar